Explainer

Ekspor dan deforestasi kelapa sawit Indonesia

21 Oct 2024
11 min read

Deforestasi yang berkaitan dengan sektor kelapa sawit di Indonesia sedikit meningkat pada 2022 setelah menurun selama hampir satu dekade, menurut data Trase yang terbaru. Emisi gas rumah kaca yang berhubungan dengan produksi minyak kelapa sawit di lahan gambut yang kaya karbon berimbas cukup besar pada total dampak iklim di dalam negeri.

Oil palm, Indonesia

KYTan / Shutterstock. Indonesia is the world's largest exporter of palm oil.

Karya Jason Jon Benedict dan Robert Heilmayr

Pada 2023, Indonesia menghasilkan 47 juta ton minyak kelapa sawit mentah, yang memantapkan posisinya sebagai eksportir minyak kelapa sawit terbesar, sehingga menyumbang 54% dari ekspor global. Industri minyak kelapa sawit telah tumbuh menjadi bagian penting dalam ekonomi Indonesia, mewakili 4,5% dari PDB, dan berkontribusi terhadap sektor tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mempekerjakan lebih dari 16,2 juta orang. Sebagian besar dari pertumbuhan ini didorong oleh kebutuhan internasional akan produk-produk kelapa sawit, meskipun pasar domestik menjadi pembeli yang semakin penting.

Deforestasi rendah di tengah peningkatan produksi minyak kelapa sawitt

Perluasan perkebunan kelapa sawit menjadi pendorong penting deforestasi di Indonesia selama 20 tahun terakhir, mencakup sepertiga (3 juta hektare)hilangnya hutan primer di Indonesia. Deforestasi ini, serta pengeringan lahan gambut dan kebakaran lahan terkait, merupakan penyebab penting terjadinya perubahan iklim global dan hilangnya keanekaragaman hayati, juga rendahnya kualitas udara di tingkat lokal.

Selama satu dekade terakhir, Indonesia telah mencapai pembalikan dalam deforestasi untuk produksi minyak kelapa sawit. Pada 2018–2022, deforestasi untuk kelapa sawit industri mencapai 32.406 hektare per tahun – hanya 18% dari tingkat tertinggi pada 2008–2012. Yang terpenting adalah deforestasi menurun selama periode perluasan produksi minyak kelapa sawit yang terus berlanjut. Walaupun penurunan deforestasi ini telah dikaitkan dengan penurunan nilai minyak kelapa sawit mentah di pasar, kenaikan tajam harga minyak kelapa sawit baru-baru ini tidak lantas diikuti dengan peningkatan deforestasi yang didorong oleh industri minyak kelapa sawit. Namun, tren ini memperlihatkan sedikit pembalikan pada 2022 karena kenaikan 18% dalam deforestasi yang didorong oleh industri minyak kelapa sawit, meskipun masih lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya sejak 2001 kecuali 2021.

Sekalipun tingkat deforestasi menurun, 2,4 juta hektar hutan yang masih utuh tetap berada di dalam konsesi kelapa sawit Indonesia. Luasnya kawasan hutan ini yang ditetapkan untuk produksi minyak kelapa sawit ini menunjukkan peluang untuk konservasi, serta potensi risiko perluasan minyak kelapa sawit selanjutnya yang akan mengancam hutan hujan Indonesia. Tantangan mendasar selama satu dekade mendatang adalah untuk memenuhi kebutuhan produk-produk kelapa sawit yang terus meningkat sekaligus mencegah lonjakan deforestasi.

Deforestasi yang didorong industri kelapa sawit terus terkonsentrasi di Kalimantan

Walaupun deforestasi pada umumnya menurun di seluruh Indonesia selama satu dekade terakhir, beberapa provinsi terus mengalami alih fungsi yang signifikan dari hutan menjad perkebunan kelapa sawit. Dalam beberapa tahun terakhir, deforestasi untuk produksi minyak kelapa sawit terkonsentrasi di provinsi Kalimantan dan Papua yang kaya dengan hutan. Kedua pulau ini menyumbang 72% dari total deforestasi untuk kelapa sawit di Indonesia pada 2018–2022.

Sumatra, pulau penghasil kelapa sawit terbesar, menunjukkan 3,7 kali lipat peningkatan dalam deforestasi yang didorong oleh industri kelapa sawit pada 2022 dibandingkan dengan 2020, yang merupakan titik terendahnya dalam hampir dua dekade. Sebagian besar dari deforestasi baru ini berkelompok di antara sejumlah kecil konsesi di Sumatra Utara. Meskipun demikian, Sumatra dan pulau Papua, medan baru pengembangan kelapa sawit di Indonesia, menyumbang hanya sebesar 22% deforestasi antara tahun 2018–2022.

Komitmen dan transparansi perusahaan

Sektor kelapa sawit Indonesia dikenal karena adopsi luas dari komitmen nol-deforestasinya (zero-deforestation commitment/ZDC). Lebih dari 85% ekspor minyak kelapa sawit yang diamati dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan ZDC formal.

Dengan mengimplementasikan komitmen-komitmen ini, perusahaan secara terbuka mengungkapkan informasi mengenai rantai pasok mereka. Pada 2021–2022, 91% ekspor minyak kelapa sawit murni yang diamati dipasok dari kilang yang secara terbuka melaporkan serangkaian pabrik pengolahan tempat mereka membeli minyak kelapa sawit mentah. Dengan mengintegrasikan berbagai daftar ini ke dalam model rantai pasok Trase, kita dapat membandingkan performa lingkungan hidup para eksportir yang telah mengadopsi ZDC dengan mereka yang belum melakukannya.

Secara menyeluruh, kami menemukan bahwa para eksportir dengan dan tanpa ZDC memiliki intensitas laju deforestasi tahunan yang serupa - 0,27 ha untuk setiap 1.000 ton minyak kelapa sawit untuk para eksportir dengan ZDC dibandingkan dengan 0,23 ha untuk setiap 1.000 ton minyak kelapa sawit dari para eksportir tanpa ZDC. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan deforestasi telah meluas di seluruh sektor karena kedua rantai pasok dengan maupun tanpa ZDC menunjukkan pengurangan deforestasi yang dramatis dibandingkan intensitas deforestasi di tingkat sektor yang dialami pada 2012 (8,7 ha per 1.000 ton minyak kelapa sawit).

Permintaan domestik minyak kelapa sawit Indonesia sedang meningkat

Sejak 2013, India, Tiongkok, dan Uni Eropa (UE) menjadi pasar ekspor terbesar untuk minyak kelapa sawit Indonesia, secara keseluruhan membeli 47% dari ekspor pada 2013–2022. Namun, kepentingan relatif dari setiap pasar ini sudah berubah. Pada 2013, India (29% dari ekspor) dan Uni Eropa (17% dari ekspor) adalah importir terbesar minyak kelapa sawit Indonesia. Pada 2022, ekspor ke India (12%) dan Uni Eropa (10%) menurun, dan Tiongkok telah menjadi importir terbesar minyak kelapa sawit Indonesia, sehingga meningkatkan pangsa pasarnya dari 11% ekspor pada 2013 menjadi 14% pada 2022.

Yang tidak kalah penting adalah minyak kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan penggunaan di Indonesia. Penggunaan minyak kelapa sawit domestik untuk konsumsi lokal atau manufakturing hilir meningkat dari 32% produksi pada 2018 ke 44% pada 2022. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAKPI) menunjukkan bahwa pada 2022, lebih dari setengah minyak kelapa sawit yang dikonsumsi domestik digunakan untuk industri biodiesel dan oleokimia dan sisanya digunakan dalam produk makanan.

Desakan pemerintah Indonesia untuk mengintensifkan hilirisasi industri ini dalam negeri dan peningkatan pangsa pencampuran biodisel berbasis minyak kelapa sawit telah menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ini dalam permintaan domestik dan dipandang sebagai suatu kemungkinan alasan di balik kekurangan pasokan dan peningkatan harga minyak goreng domestik yang melanda Indonesia pada akhir 2021 dan awal 2022. Hal ini mendorong pemerintah untuk menerapkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk menggeser minyak kelapa sawit ke arah pasar domestik, termasuk kuota penggunaan serta pungutan dan larangan ekspor. Berbagai kebijakan dan peraturan terkait pemerintah ini kemungkinan berkontribusi pada kesinambungan pertumbuhan konsumsi domestik yang tinggi setelah tahun 2022.

Selain menjadi pasar terbesar untuk minyak kelapa sawit Indonesia, Indonesia, Tiongkok, dan India cenderung memasok dari rantai pasok dengan tingkat eksposur deforestasi yang secara komparatif lebih tinggi. Kami memperkirakan pasar tersebut cenderung bergantung pada minyak kelapa sawit yang memiliki dua kali eksposur deforestasi per ton dibandingkan dengan ekspor yang ditujukan untuk ekspor ke Uni Eropa.

Kombinasi volume besar dan tingkat eksposur deforestasi yang relatif tinggi berarti pembelian minyak kelapa sawit gabungan dari ketiga negara ini mencakup 75% dari total eksposur deforestasi Indonesia. Sebaliknya, meskipun 98% dari minyak kelapa sawit yang diekspor ke AS, Uni Eropa dan Inggris berasal dari berbagai perusahaan dengan ikrar nol-deforestasi, pasar-pasar tersebut hanya menyumbang 9% dari produksi minyak kelapa sawit Indonesia pada tahun 2022.

Sektor minyak kelapa sawit Indonesia merupakan sumber utama dari emisi gas rumah kaca

Produksi minyak kelapa sawit Indonesia terkait dengan sejumlah besar emisi gas rumah kaca (GRK) dari kebakaran pada lahan gambut yang dikeringkan, lahan gambut amblas, dan alih fungsi penggunaan lahan. Kami mendapati bahwa produksi minyak kelapa sawit industri di Indonesia mengemisikan rata-rata per tahun 220 juta ton setara karbon dioksida antara tahun 2015 hingga 2022. Jumlah ini hampir seperlima dari total emisi tahunan Indonesia sebesar 1,23 gigaton pada 2022.

Meskipun hanya 14% dari perkebunan kelapa sawit (2,2 juta ha) di Indonesia berada di atas lahan gambut yang kaya karbon, lahan gambut amblas dan kebakaran di lahan gambut yang dikeringkan bertanggung jawab atas hampir 92% emisi GRK tahunan rata-rata di sektor kelapa sawit antara 2015–2022.

Di luar tahun-tahun kering El Nino pada 2015 dan 2019 yang mengarah pada peningkatan emisi karena kebakaran lahan gambut, emisi GRK dari produksi minyak kelapa sawit tetap relatif konstan. Pengamatan saat ini masih dilakukan terkait bagaimana pemerintah Indonesia dan sektor kelapa sawit akan menangani tantangan untuk mengurangi emisi melalui perlindungan dan konservasi hutan sekaligus mengembangkan dan mempertahankan lanskap-lanskap penghasil kelapa sawit.

Para penulis berterima kasih kepada komunitas peneliti yang luar biasa yang sudah berkontribusi dalam penelitian ini.Secara khusus, analisis ini tidak mungkin dilaksanakan tanpa kontribusi penting dari Hilman Afif, Helen Bellfield, Harry Biddle, Kim Carlson, Toby Gardner, David Gaveau, Akhmad Kamaluddin, Timer Manurung, Carina Mueller, Vivian Ribeiro, Yustinus Seno, Clément Suavet dan Dedy Sukmara.

Untuk menjadikan artikel ini sebagai referensi, silakan menggunakan kutipan berikut: Benedict, J., & Heilmayr, R. (2024). Indonesian palm oil exports and deforestation. Trase. https://doi.org/10.48650/0ZP9-GH11

Trase. (2024). SEI-PCS Indonesia palm oil v1.2.2 supply chain map: Data sources and methods. (Peta rantai pasok minyak kelapa sawit Indonesia SEI-PCSv1.2.2 : Sumber data dan metode) Trase. https://doi.org/10.48650/ZY8Z-F795

Benedict, J., Biddle, H., Gollnow, F., Heilmayr, R., Mueller, C., & Ribeiro, V. (2024). Indonesia palm oil (2021–2022) (Version 1.2.2) [Data set]. Trase. https://doi.org/10.48650/X83N-7M36



Was this article useful?

Related insights

View all

We use cookies on our site.